Monday, May 21, 2012

ANCAMAN KORPORASI TERHADAP SUMBER DAYA AIR DAN KEDAULATAN PANGAN DI BLORA

”Pancen amenangi jaman edan // sing ora edan ora kaduman // sing waras padha nggragas // sing tani padha ditaleni // wong dora padha ura-ura // begjane sing eling lan waspada.” –Serat Jangka Jayabaya, R Ng Ranggawarsita Belum selesai kasus penggelapan tanah negara di Bumi Perkemahan Bentolo, Tinapan, Todanan, Blora, yang digunakan sebagai lokasi pendirian pabrik gula PT. Gendhis Multi Manis, masyarakat kembali dibuat resah dengan dengan ditemukannya lapangan gas baru di blok Gundih Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah di mana PT. Pertamina EP – Proyek Pengembangan Gas Jawa Bagian Timur (PPGJ) akan melakukan pemboran sumur pengembangan di Blok Gundih, pembangunan fasilitas produksi serta pembangunan trasmisi gas PT. Indonesia Power UBP Semarang di Tambak Lorok, Semarang dengan kapasitas produksi gas yang akan dihasilkan ± 264 MMSCFD (gross). Seperti pabrik gula di Tinapan, Todanan, kegiatan tersebut tentunya jelas akan membawa dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Salah satu contohnya adalah rencana pengeboran air tanah yang akan dilakukan di CPP (Central Processing Plan) Desa Sumber Kecamatan Kradenan Kabupaten Blora, di mana akan melakukan penyedotan air yang berfungsi sebagai water injection sebanyak 2,5 juta liter per harinya. Mengingat di wilayah Blora Selatan sendiri bukanlah sumber mata air namun hanyalah danau purba bernama cekungan Randublatung yang mempunyai luas sekitar 20.300 ha, maka perlu kiranya sebuah langkah untuk menjaganya dari tindakan eksploitasi yang menyebabkan kerusakannya. Dari 118 sumur PWJ (Product Well Juana) yang terdapat di wilayah ini ada sekitar 92 buah sumur yang aktif, sedangkan sisanya dalam tahap perbaikan. Dari 92 sumur aktif ini memproduksi kurang lebih 7 milyar liter pertahun yang mengairi sawah 2.300 ha di tiga kecamatan: Kradenan, Kedungtuban dan Randublatung. Hanyalah orang gila yang mengatakan bahwa proyek pengeboran air tanah oleh PPGJ yang menyedot sekitar 9 milyar liter air per tahun ini tidak akan mengakibatkan dampak besar berkurangnya debit air yang digunakan sebagai irigasi petani! Untuk kita semua tahu bahwa akses pada air bersih adalah hak asasi manusia yang mendasar, tetapi 1,1 miliar orang di dunia saat ini tidak mendapatkan akses tersebut. Angka ini diperkirakan menjadi 3 miliar pada 2025. Setiap 8 detik seorang anak meninggal karena mengkonsumsi air kotor atau tidak dapat air. (Consumers International, 2005). Seperti contoh kasus di Klaten misalnya, di mana PT.Tirta Investama mendapat ijin mengambil air sebesar 18 liter per detik melalui sumur bor di samping mata air Sigedang yang merupakan air sumber irigasi untuk lahan pertanian di lima kecamatan. Walau lokasi tersebut adalah mata air, namun petani setempat mengatakan kekurangan air irigasi terjadi sejak PT.Tirta Investama mengoperasikan sumur bor pada tahun 2002. Kekurangan air irigasi ini akhirnya memicu konflik massa. Pertanyaannya, bagaimana jika di cekungan Desa Sumber nanti akan dilakukan pengeboran yang menyedot sekitar 29 liter air per detiknya? Rak hyo iso bablas lan ndadekno garing tenan lemahe! Tata ekonomi-politik Neoliberalisme inilah yang saat ini sedang berlangsung. Intinya adalah dilepasnya hak istimewa atas modal dari berbagai tata aturan territorial maupun nasional. Kekuasaan bisnis ini makin menjadi otoritas yang melegitimasi berbagai praktik ekonomi-politik neoliberal, di mana tidak lagi memperdulikan norma maupun etika; petani dan orang miskin makin tersingkir, kesenjangan sosial semakin lebar, menjadikan alam lingkungan semakin rusak. Privatisasi sumber daya air berupa pengeboran air tanah yang akan dilakukan secara sistematis ini pasti mengakibatkan dampak besar yang menjadikan rakyat khususnya petani sebagai korban. Apalagi rencana pemboran air tanah tersebut tak ada kajian lingkungannya di dalam RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) yang dibuat oleh Pertamina EP untuk Proyek Pengembangan Gas Jawa Bagian Timur, maka berspekulasi dengan menerimanya terlalu beresiko tinggi. Dengan berlindung di balik topeng negara, korporasi yaitu PT.Pertamina EP-PPGJ dengan enteng pasti akan melemparkan tanggung jawab tersebut. Perlu diingat bahwa pemerintah adalah pelayan kepentingan rakyat, aparatusnya adalah penjaga demokrasi, bukan penghamba modal dan perusahaan. Jika itu berbalik maka ini adalah sebuah ancaman serius bagi demokrasi dan hak asasi manusia! Menjaga sumber daya alam –termasuk air serta kedaulatan pangan untuk rakyat adalah tugas pemerintah. Bila pemerintah tidak mampu menjalankan peran tersebut, maka untuk apa pemerintah harus ada –dan warga negara harus membayar pajak? Usut Tuntas Kasus Penggelapan Tanah Negara di Bumi Perkemahan Bentolo! Tolak Rencana Pemboran Air Tanah oleh PPGJ di CPP Desa Sumber Kecamatan Kradenan yang Mengancam Kelestarian Alam Lingkungan!! Robohkan Rig Pemboran Air Tanah PPGJ yang Membuat Keresahan Massa! Tolak Privatisasi Air dan Penguasaan Hajat Hidup Orang Banyak! Selamatkan Sumber Daya Air untuk Kedaulatan Pangan Rakyat Indonesia! Selebaran Layanan Rakyat ini dipersembahkan oleh Serikat Petani Blora Selatan – GERAM (Gerakan Rakyat Menggugat), Selasa, 22 Mei 2012