PAKAI PELURU TAJAM, POLISI KEMBALI TEMBAKI WARGA
Polisi kembali menembaki warga Polongbangkeng, Kabupaten Takalar. Ini adalah ketiga kalinya sejak kasus perampasan tanah oleh PTPN XIV ini muncul ke permukaan akhir 2008 lalu.
Hari Minggu, 25 Oktober 2009, warga mendengar kabar adanya aktifitas pengolahan lahan yang dilakukan oleh pihak PTPN XIV. Sekitar jam 4 sore, 10 (sepuluh) orang warga mendatangi lokasi di Blok K Desa Barugayya, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Takalar. Namun belum sampai di lokasi, aparat yang mengawal pihak PTPN, menghadang warga. Mereka mengusir dan memerintahkan untuk kembali ke rumah masing-masing jika ingin aman. Tidak menerima hal tersebut, terjadilah adu mulut tentang latar belakang pengolahan dan kasus ini sebelumnya. Kemudian ada 4 (empat) orang dari satuan Brimob dan satu orang intelijen Kodim, yang terus mendesak warga untuk pergi dari lokasi.
Karena terdesak dan waktu telah menunjukkan pukul 6 petang, warga terpaksa meninggalkan tempat tersebut. Kepulangan warga ternyata disusul oleh 1 (satu) mobil Brimob. Dalam perjalanan pulang, saat warga masih berjarak sekitar 1 km dari lokasi pengolahan, mobil aparat mendekati rombongan warga dan bergerak melambat. Saat itulah aparat yang ada di atas mobil langsung melompat turun dan menembak secara membabi buta ke arah warga.
Peluru Tajam
Terjadi kepanikan luar biasa, karena warga tidak menyangka akan mendapat tembakan dari polisi. Menurut pengakuan warga, polisi menggunakan peluru tajam saat kejadian tersebut. Ini membuat warga terpencar untuk menyelamatkan diri dari kejaran polisi. Namun, Basse Dg Gassing (50 tahun) dan Bandu Dg Gissing (70 tahun) yang telah berusia lanjut akhirnya tidak bisa menghindari pengejaran di bawah rentetan tembakan. Dg Gassing dan Dg Gissing pun ditangkapi dan langsung dibawa ke kantor polisi.
Tidak cukup satu jam berselang, polisi kemudian bergerak masuk ke arah perkampungan warga di Kampung Ko’mara dengan menembak secara acak. Dari arah belakang rumah warga, polisi terus melakukan intimidasi dengan menembakkan gas airmata. Hal tersebut terus berlangsung hingga jam sepuluh malam.
Sejarah Panjang Tiga Dekade
Penghadangan warga atas aktifitas PTPN XIV yang kemudian direspon aparat dengan penembakan membabi buta, adalah kelanjutan dari perjuangan warga selama hampir tiga dekade. Sejak tahun 1980, tanah mereka diambil negara untuk dijadikan perkebunan tebu. Prosesnya berlangsung penuh tekanan, manipulasi dan represi aparat negara. Tahun 1999, seiring melemahnya rezim otoritarian Orde Baru, tanpa dikomando dan keterlibatan pihak luar, petani kembali bangkit dan berjuang mengembalikan tanah mereka yang dirampas. Mereka melakukan pendudukan dan aksi langsung (reclaiming), sebagai protes dan manifestasi perjuangan.
Meski belakangan diperlemah dengan upaya-upaya diplomasi serta represi negara, warga terus bertahan. Salah satunya dengan melakukan penghadangan serta sabotase atas aktifitas PTPN XIV yang mengancam kehidupan warga. Ini adalah bentuk swa-aktifitas warga Polongbangkeng Takalar yang berkembang secara mandiri.
No comments:
Post a Comment