Monday, November 16, 2009

Ribuan Petani Kulon Progo Melawan Kejahatan Korporasi

Ribuan Petani Kulon Progo Melawan Kejahatan Korporasi hingga bertempur
terhadap Polisi

Sejak pagi hari (Senin, 20 Oktober 2009) sekitar 2000 petani pesisir yang
tergabung dalam PPLP (Paguyuban Petani Lahan Pantai) Kulon Progo sudah
menempati jalan di depan kantor bupati Kulon Progo, Wates. Mereka datang
dengan 28 truk, untuk menyampaikan sikap penolakan rencana proyek
penambangan pasir besi di acara konsultasi publik proyek penambangan
pasir besi. Sikap masyarakat pesisir ini adalah bentuk aksi yang sudah
puluhan kali ditempuh Petani Pesisir Kulon Progo.

Konsultasi Publik ini dihadiri oleh oleh pemprakarsa proyek PT. Jogja
Magasa Iron (JMI), instansi pemerintah, LSM, perangkat desa dan
masyarakat. Acara ini mengundang masyarakat pesisir (petani) terdampak tak
lebih dari 25 orang. Tetapi saat memperlihatkan undangan, ada sejumlah
orang yang ditolak masuk ruangan. Alasan panitia, nama mereka tidak
terdaftar di buku tamu walau mereka memegang undangan. Sempat terjadi
negosiasi alot dengan panitia penyelenggara, karena sejumlah masyarakat
ini tergabung dalam PPLP, dilarang masuk. Hingga akhirnya Ketua PPLP,
Supriyadi dan beberapa orang yang terdaftar saja diperbolehkan masuk
Gedung Kaca, Pemkab Kulon Progo.
Sementara di luar gedung, aksi ribuan petani terus berlanjut melakukan
orasi, pembentangan spanduk, papan protes dan aksi teatrikal tentang
petani melawan pemodal tambang dan birokrat berdasi. Penjagaan ketat
dilakukan berlapis dengan menurunkan 600 personil polisi (PHH) dan mobil
water cannon. Polisi sempat terkecoh hingga warga bisa melewati lapis
pertama penjagaan polisi dan berhamburan di hadapan penjagaan lapis kedua.
Massa yang berhadapan langsung tepat di depan penjagaan lapis pertama ini,
sempat menggeser dan memindahkan besi palang pembatas polisi. Massa
kemudian menggantinya dengan membuat garis batas antara mereka dan polisi
berupa spanduk penolakan bertuliskan “Masyarakat Pesisir Kulon Progo
Menyatakan Menolak Penambangan Pasir Besi dan Eksploitasi Alam Sampai
Titik Darah Penghabisan”.

Di dalam Gedung, Wakil Ketua PPLP, Sutarman menginterupsi sidang yang
dipimpin oleh Wakil Bupati Kulon Progo, Mulyono. Sutarman membacakan sikap
resmi PPLP dihadapan Dirut PT.JMI Philip Welten, Komisaris PT.JMI: GKR
Pembayun, GBPH Joyokusumo, KPH Condrokusumo, KPH Ariyo Seno, Lutfi Hayder
dan peserta sidang lainnya. Dalam pernyataan sikap yang disampaikan
Sutarman bahwa “Proyek Penambangan Pasir Besi ini berpotensi merusak
sistem sosial masyarakat, merusak lingkungan dan ekonomi rakyat mandiri,
maka masyarakat pesisir melalui komunitas PPLP(Paguyuban Petani Lahan
Pantai) mendesak pemerintah Pusat Indonesia, Provinsi Yogyakarta dan
Kabupaten Kulon Progo untuk segera membatalkan rencana penambangan biji
besi di kawasan pesisir Kulon Progo.”

Sutarman juga menyampaikan supaya Pemkab Kulon Progo dan PT. JMI segera
bertemu langsung masyarakat pesisir di luar gedung demi memahami aspirasi
masyarakat yang sesungguhnya. Namun seusai pernyataan sikap dibacakan,
Wakil Bupati Kulon Progo Mulyono, selaku moderator sidang publik
menyatakan “Apabila nanti ada hal-hal yang menggangu acara ini maka
sepenuhnya ketertiban dan keamanan kami serahkan kepada Bapak Kapolres dan
Jajarannya. Oleh karena itu apabila bapak/ibu yang masuk dengan baik
dengan undangan ataupun tanpa undangan, bisa mengikuti dengan tenang kami
silahkan, namun kalau mengganggu jalannya sidang tentu hal ini kami
serahkan sepenuhnya kepada bapak kapolres Kulon Progo". Pernyataan itu
dinilai terlalu intimidatif oleh Sutarman, tidak lama setelahnya 20 orang
yang tergabung dalam PPLP memutuskan keluar meninggalkan sidang.
Supriyadi, Ketua PPLP menegaskan, “Keinginan kami masuk menyampaikan
aspirasi dihalang-halangi. Jumlah masyarakat terdampak saja di dalam tidak
sampai 20 persen. Acara ini bukan forum konsultasi publik, melainkan forum
legitimasi untuk meloloskan AMDAL Proyek Penambangan Bijih Besi.”

Aksi di luar gedung yang dihadang barikade Polisi tetap mengiginkan agar
pihak JMI dan Pemkab Kulon Progo untuk menemui petani pesisir. Sutarman
kembali masuk ruang sidang dan meminta agar Pemkab dan JMI menemui warga,
namun permintaan itu ditolak mentah oleh pemerintah. Akhirnya perwakilan
PPLP yang menghadiri sidang merapat ke massa aksi dan menyampaikan hasil
pertemuan mereka di dalam gedung pertemuan. Massa aksi masih menunggu
sambil melakukan orasi dan syalawatan. Salah satu syalawatan yang
dilantunkan berbunyi “Shalatullah shalaamullaah a’laa thaha
rosullullilaah… Pak Bupati sing bayar Petani, Pak DPR sing bayar Petani,
Pak Polisi sing bayar Petani, Ati-ati ojo nganti mati.”

Sekitar jam 11 siang hari mulai terik, massa aksi mulai kepanasan,
kemudian berkumpul dalam satu barisan. Seorang peserta aksi, Ulin Nuha,
sempat berorasi dari mobil komando dengan mengatakan “Ternyata darah kita
masih lebih merah dari investor. Karena mereka tidak mau mengobarkan diri
mereka, seperti kita mengorbankan diri untuk alam ini”. Sekejab secara
spontan para petani pesisir mulai merapat ke barikade polisi. Petani mulai
berjuang merangsek ingin bertemu dengan berbagai pihak di dalam gedung
yang berkepentingan terhadap penambangan. Aksi orasi berubah menjadi aksi
langsung dengan daya inisiatif melampaui garis barikade polisi.

Aksi dorong antara petani dan polisi pun terjadi. Polisi terdorong mundur
ke belakang oleh kekuatan aksi petani. Serangan ini membuat mundur lapisan
pertama satu barikade polisi menjadi berada di belakang barikade kedua
dengan tameng yang lebih tinggi. Polisi pun menyerang dengan memukul para
petani dari belakang lapis pertama yang sedang menempel dengan aksi massa
petani. Petani terus bertahan menyerang dengan kemampuan tanpa senjata.
Banyak petani muda membalas dengan ‘tangan kosong’ memukul dan menendang
polisi yang memiliki seragam pertahanan, tameng dan dipersenjatai pemukul
yang lengkap.

Suara tembakan seperti ledakan deras berbunyi, dan bersamaan dengannya
daya serang petani yang sangat spontan hadir dengan melempar batu yang
berada di sekitar lintasan rel kereta api. Sebelah selatan garis bentrokan
ini terdapat areal lintasan Kereta Api. Hujan batu yang sangat deras dan
bertubi-tubi pun tak bisa dihindari. Polisi pun balik menyerang dengan
batu dan tembakan gas air mata. Meski sudah terdengar suara tembakan
sampai 3 kali petani masih tetap berjuang dengan cara menyerang dan
bertahan membuat jarak ruang dengan polisi yang semakin terdesak mundur ke
belakang. Akhirnya menurut pengakuan Widodo, seorang petani Koordinator
Lapangan PPLP, “Polisi mengarahkan tembakan gas air mata ke hadapan saya,
peluru gas air mata itu meluncur kencang, lalu saya menghindar hingga
melewati setengah meter di depan kepala”. Ledakan tembakan gas air mata
ini sempat terdengar sampai lebih dari 5 kali. Aksi petani masih terus
menyerang pun memilih bertahan menghindar dari sesak dan perihnya gas air
mata, dengan berkumpul di alun-alun tempat truk mereka diparkir.

Mobil water cannon sempat disemprotkan dan mengenai mobil komondo aksi.
Meski massa aksi petani sudah menjauh dari depan real gedung Pemkab Kulon
Progo, masih terjadi tembakan gas air mata yang jauhnya sampai ke tengah
jalan alun-alun mendekati kerumunan massa. Seorang ibu berasal dari desa
Karang Wuni yang tidak mau namanya disebutkan, sambil berjalan dan
berusaha mengeluarkan muntahan mualnya mengatakan “Polisi mau membunuh
petani. Lihat saja, kami akan ingat kejadian ini”. (-tn-)


with fuck you
journalist attitude! jurnalis pundungan can kiss my arse!

No comments:

Post a Comment