Monday, March 15, 2010

Pasukan Bertopeng dalam Bisnis dan Konflik Tanah di Deli Serdang


Persil V adalah sebuah daerah yang terletak di kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, yang akhir-akhir ini sering diberitakan di berbagai media karena seringnya terjadi bentrokan antara warga dengan pihak PTPN II dalam kasus sengketa kasus perampasan tanah rakyat setempat.

Luas lahan sengketa adalah 400an Ha, yang jika dirunut konflik ini mulai terjadi sekitar tahun 1972, dimana rakyat telah mengusahai tanah mereka turun temurun dan pada masa kepemimpinan Soekarno, negara memberi tanah itu kepada rakyat atan nama tanah Suguhan Persil V, dan diperkuat dengan legalitas kepemilikan tanah berupa sertifikat hak milik.

Namun pada tahun 1972 pada masa rezim Orde baru tanah tersebut dirampas oleh negara dan diperuntukkan menjadi Hak Guna Usaha oleh PTPN II untuk perkebunan kelapa sawit dan karet, rakyat kehilangan alat produksinya dan harus beralih profesi hanya sekedar untuk menyambung hidup.

Pada tahun 1998 warga Persil V mulai berjuang untuk merebut kembali tanahnya dengan cara mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Deli Serdang atas nama koperasi yang mereka bentuk yaitu Koperasi Juma Tombak dan bergabung dengan perjuangan petani Persil IV (525 ha) yang mengalami kasus sama, di Tingkat Pengadilan Negeri gugatan dimenangkan oleh pihak warga, PTPN II melakukan upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi namun gugatan tetap dimenangkan oleh pihak rakyat, dan berlanjut hinggah kemenangan rakyat di tingkat MA yang menolak kasasi PTPN II, namun kenyataan pahit akhirnya menimpa rakyat karena PTPN II melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) atas kasus tersebut dengan bukti-bukti baru yang diajukan PTPN II dan MA mengabulkan PK PTPN II.

Dalam putusan pengadilan dinyatakan bahwa tanah adalah milik rakyat dan tanaman milik PTPN II diperkuat dengan keputusan BPN ( Badan Pertanahan Nasional ) yang menyatakan bahwa areal sengketa tersebut diluar HGU (Hak Guna Usaha), dan dalam catatan jajak pendapat diantara beberapa lembaga pemerintah tersebut PTPN II juga mengakui bahwa tanah tersebut milik masyarakat tetapi tanaman milik PTPN II, hal ini yang selalu menimbulkan konflik di lahan, akhirnya menjadi tanah tak bertuan, asset tanaman diatas lahan sengketa tersebut perbulannya bisa menghasilkan 1 milyar rupiah bahkan bisa lebih. Tentu ini menjadi sebuah proyek terselubung dan bisnis kotor diantara pejabat-pejabat di tubuh PTPN II dan TNI/POLRI, karena dalam logikanya jika tanah diluar HGU maka tidak akan disetor ke kas negara.

Jika disederhanakan sumber masalahnya adalah tanaman diatas lahan tersebut, maka tanaman (sawit dan karet) yang diklaim milik PTPN II tersebut harus dimusnahkan, tetapi rakyat akan dihadapkan dengan kriminalisasi tindak pidana pengrusakan tanaman, maka jika ingin memusnahkan tanaman tersebut rakyat harus melakukannya dengan cara diam-diam dan rahasia.

Pada tahun 2002 Koperasi Juma Tombak yang merupakan wadah perjuangan petani Persil V dan IV mengalami konflik internal, berhembus isu konflik perpecahan di internal koperasi Juma Tombak dipicu oleh beberapa anggota pengurus koperasi yang telah membelot dan menjadi agen kepentingan PTPN II karena setelah ditinjau ulang ternyata wadah mereka terbangun secara sentralistik yang memberikan wewenang penuh terhadap ketua Koperasi, di sisi lain selama tahun 2000-2002 rakyat sempat menguasai lahan secara penuh dan memanen buah sawit di atas lahan sengketa tersebut untuk menjadi logistik perjuangan yang di simpan menjadi kas Koperasi Juma Tombak, dengan keadaan organisasi yang tidak sehat maka terjadilah praktik korupsi di tubuh koperasi tersebut, kelemahan yang lain terletak pada metode perjuangan yang hanya mengandalkan pada putusan pengadilan bukan pada gerakan pemusnahan tanaman yang akhirnya menyebabkan beberapa oknum pengurus koperasi memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan pribadi dari hasil pemanenan tersebut ditambah dengan lemahnya control dari organisasi maka perpecahan semakin tak terelakkan dan Persil IV menyatakan sikap keluar dari koperasi Juma Tombak.

Pasca bubarnya Koperasi Juma Tombak kondisi perjuangan di Persil V menjadi berantakan, lahirlah dua blok kekuatan yang saling bersaing untuk merebut sawit di atas lahan sengketa tersebut, yaitu blok PTPN II yang beranggotakan ratusan preman-preman bayaran dan puluhan brimob ( BKO ), blok lain adalah mantan-mantan pengurus koperasi Juma Tombak Persil V yang beranggotakan puluhan preman bayaran yang di backup oleh Tentara dalam bentuk KSO : Kerja Sama Operasional. Oknum-oknum mantan pengurus koperasi ini memiliki beberapa sertifikat tanah dari warga yang mereka jadikan sebagai alat untuk melakukan kerja sama dengan pihak tentara sebagai jaminan mereka untuk melakukan KSO.

Dua blok ini adalah musuh perjuangan petani Persil IV, dan dua blok ini adalah merupakan konflik yang sengaja dipelihara agar memunculkan kondisi yang tidak aman, dan dua blok ini adalah sebuah konspirasi besar dari sebuah scenario persoalan agraria di Sumatera Utara.

Hari ini saya mendapat kabar dari kawan-kawan wartawan media cetak dan elektonik (TV) bahwa akan ada bentrokan dua kubu ini di Persil V, akhirnya saya dan beberapa kawan berniat ikut dengan rekan-rekan wartawan tersebut untuk melihat peristiwa ini, dengan membawa sebuah kamera seolah-olah terlihat seperti wartawan (penyamaran) kami langsung tancap gas, pukul 09. 00 wib kami sudah berada di lokasi yang sangat terisolir tepatnya di tengah perkebunan sawit, karena belum terlihat tanda-tanda akan terjadinya bentrokan kami mencari warung untuk melepas dahaga sekaligus menunggu rekan-rekan wartawan lainnya, tak lama kemudian sekitar pukul 09. 40 wib terlihat kubu PTPN II mulai berkumpul dengan pasukan bertopeng berjumlah puluhan, lengkap dengan senjata panah, golok dan tombak, terlihat seperti akan melakukan perburuan binatang buas di tengah hutan, selang beberapa waktu beberapa personil Brimob bergabung dengan puluhan preman bertopeng tersebut. Beberapa warga setempat yang melintas tampak pucat pasi dan menghindar dari gerombolan preman tersebut.

Sepertinya gerombolan preman bertopeng tersebut mendapat arahan dan instruksi untuk operasi yang akan dilakukan dari seseorang pimpinannya. Beberapa rekan wartawan yang sudah kenal dengan pimpinan preman bertopeng tersebut mencoba untuk melakukan wawancara dan saya memilih untuk bersantai di bawah pohon sawit besar sambil membayangkan kejadian yang akan terjadi, di sisi lain saya tidak ingin terlalu mendekat karena beberapa hal.

Tiba-tiba pimpinan preman bertopeng tersebut melontarkan kata “gerak” dan dalam sekejab semua preman bertopeng tersebut naik ke atas mobil jeep terbuka, terlihat mobil yang paling depan adalah pimpinan preman yang di kawal oleh beberapa personil Brimob, di mobil yang tengah adalah jeep terbuka para preman bertopeng tersebut dan mobil yang paling belakang adalah para staf pegawai PTPN II, diikuti oleh beberapa sepeda motor yang dikendarai oleh preman-preman lainnya.

Sedangkan kami para pemburu berita berada dalam posisi yang paling terakhir alias dibelakang mereka, di tengah perjalanan saya bertanya kepada salah satu wartawan media cetak apa yang akan terjadi, dan dia jawab kamu lebih ngerti apa yang akan terjadi. Dan akhirnya berujung ketawa lebar ditemani abu yang beterbangan dan asap kenderaan mobil mereka.

11. 35 wib tiba-tiba semua mobil berhenti dan terdengar teriakan dari arah depan, rekan-rekan wartawan dari TV dan media cetak langsung berlari untuk mengambil peristiwa yang terjadi, aku juga tidak mau ketinggalan, terlihat preman bertopeng tersebut lompat dari mobil jeep yang mereka tumpangi, dan mengejar gerombolan di depan, terjadi kejar-kejaran dengan oknum dari kubu yang kusebut diatas, ternyata yang mereka kejar adalah oknum tentara yang mereka anggap memback-up Persil V, baku hantam tak seimbang tak terelakkan, karena dari kubu Persil V hanya berjumlah 6 orang, itupun 4 orang dari mereka berhasil lolos dari sergapan preman bertopeng PTPN II. 2 orang yang diduga oknum tentara yang memback-up persil V menjadi bulan-bulanan preman bertopeng. Sadis atau sandiwara untuk memunculkan isu hanya itu yang ada di benakku saat itu, letusan senjata ke atas terdengar beberapa kali di perkebunan sawit yang tak bertuan itu, jikalau ini hanya sebuah sandiwara yang diskenariokan oleh komandan-komandan TNI/POLRI ataupun pejabat-pejabat PTPN II dengan menumbalkan 2 orang oknum TNI yang berpangkat sersan mayor sampai babak belur berarti ini sebuah konspirasi yang 'cantik'. Ataukah ini mengenai persaingan bisnis antara Petinggi Polri/PTPN II VS Tentara?


Silahkan kawan-kawan sendiri yang menganalisa kondisi yang banyak terjadi di Sumatera Utara ini dalam kasus konflik agraria yang berkepanjangan. Semoga bermanfaat bagi kita semua agar kita semakin mengerti dan faham tentang situasi dan bagaimana kita mempersiapkan langkah-langkah kedepan.



No comments:

Post a Comment