Friday, December 24, 2010

MIFEE DI MERAUKE ADALAH GENOSIDA



Kamis, 08 Juli 2010 10:32 | Ditulis oleh Komunitas Papua

Komunitas Papua News Merauke - Pencanangan MIFEE Merauke Integrated Food Energy Estate bukan solusi mengatasi kerentanan pangan di Papua. Program ini justru semakin membatasi warga untuk mengelola lahan pertanian lokal berbasis komunitas.
Program MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate) telah dicanangkan secara resmi oleh Bupati Merauke, Jhon Gluba Gebze pada perayaan HUT kota Merauke ke 108 tanggal 12 Februari 2010. MIFEE atau pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan di Merauke.

Proyek MIFEE melibatkan 32 Investor yang bergerak di bidang perkebunan, pertanian tanaman pangan, perikanan darat, peternakan, konstruksi, dan industri pengolahan kayu. Proyek ini akan beroperasi di hampir semua distrik di Merauke. Lahan yang disiapkan seluas 1.616.234,56 Hektar
Lokasi tersebut merupakan tempat tumbuhnya kayu alam, binatang dan sumber makanan pokok satu-satunya bagi kaum pribumi setempat. Kabupaten Merauke memiliki luas 4,7 juta hektare dan 95,3% adalah kawasan hutan. Namun pemerintah justru memberikan hak guna usaha (HGU) lahan hutan dan perkebunan kepada investor, bukan kepada warga Papua.
Program MIfee merupakan perkebunan kelapa sawit, kedelai, jagung, industri kayu, perikanan darat dan peternakan kini menuai protes dari orang asli pemilik hak ulayat, LSM, Gereja dan generasi muda Papua. Misalnya Diana Gebze dari Solidaritas Rakya Papua Tolak Mifee ( Sorpatom).
“Kami sangat menolak program Mifee yang di perjuangkan oleh Jhon Gluba Gebze” tegas Diana Gebze.

Sedikitnya masih menurut Diana 4 juta orang akan didatangkan dari luar Papua untuk bekerja sebagai buruh-tani dalam proyek MIFEE. Ini artinya akan ada pertambahan penduduk sekitar 4 juta buruh-tani + 4 juta (suami/istri buruh-tani) + 8 juta (2 orang anak mereka sesuai standar KB) + 8 juta (2 orang kerabat buruh-tani) = 24 juta orang. Dengan jumlah populasi penduduk pribumi Merauke yang hanya sekitar 52.413 orang atau sekitar 30% dari 174.710 total penduduk Kabupaten Merauke (Papua dan Non Papua) maka dapat dipastikan bahwa genosida atau pemusnahan komunitas pribumi akan terjadi secara spontan” uangkap Diana di Jayapura 25 Juni lalu.
Dampak negatif dari proyek MIFEE saat ini mulai dirasakan masyarakat setempat. Di Kampung Boepe, Distrik Kaptel kabupaten Merauke, masyarakat pribumi sudah mulai kesulitan mendapatkan kayu bakar, binatang buruan, air bersih dan makanan pokok mereka yaitu Sagu. Hal ini karena PT Medco Papua Industri Lestari, salah satu Anak Perusahaan Medco Group ini sudah membabat habis hutan dan sumber-sumber makanan bagi masyarakat setempat. Selain itu limbah hasil Pengolahan Kayu Serpih dibuang di sungai sehingga mencemari sumber air satu-satunya di Kampung Boepe.
PT Medcopapua Industri Lestari telah menerima ijin dari Kementeri kehutananuntuk masuk ke Merauke, Papua, untuk "Wood Chips", kapasitas 2 juta meter kubik senilai Rp409,5 miliar. Selanjutnya perusahaan yang di nakodai oleh Arifin Panigoro ini masuk ke Merauke dalam Program Mifee ini.

PT Medcopapua Industri Lestari, anak usaha Medco Group menargetkan nilai investasi di provinsi Papua hingga akhir tahun diperkirakan mencapai US$80 juta. Dana tersebut digunakan untuk pengembangan biomassa dan hutan tanaman industri (HTI).
Namun target dari perusahaan yang berpusat di Jakarta ini tidak dengan mulus masuk ke Merauke karena sejumlah kalangan menolak Program Mifee ini.
Salah satu kejahatan adalah penipuan dari Perusahaan dan Pemerintah terhadap pemilik hak ulayat. Mereka membayar ganti rugi hanya Rp. 8,- /M2 , sebuah nilai yang lebih murah dari harga 1 buah pisang goreng.

Dalam perencanaannya, lahan potensial MIFEE selanjutnya akan dilakukan pengalihan lahan menjadi Hutan Produksi Konversi (HPK) seluas 1.428.000 ha. Dan Lahan Alokasi penggunaan lainnya (APL) seluas 202.869 ha. Total potensi ini mencapai 1.630.869 ha. Seterusnya terdapat juga rencana untuk pengembangan lahan tersebut. Yakni untuk lahan tanaman pangan, 1 juta ha, peternakan, perikanan dan perkebunan masing-masing 100.000 ha serta lahan untuk penggunaan lainnya mencapai 330.869 ha.

Kementerian Kehutanan telah menandatangani kesepakatan rekomendasi pemanfaatan hutan yang berada di dalam 10 klaster MIFEE untuk kemudian dilepaskan menjadi areal sentra pangan dan energi tersebut.
Menurutnya, dari 1,28 juta hektar areal MIFEE tersebut, seluas 125.485,5 hektar di antaranya adalah bukan kawasan hutan, sisanya seluas 1.157.347,5 hektar adalah kawasan hutan."Kawasan hutan tersebut merupakan kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK), yang secara tata ruang memang dicadangkan untuk pembangunan di luar sektor kehutanan,seperti pertanian. Namun, dari total luas 1,45 juta hektar kawasan HPK di Merauke, hanya 366.612,4 hektar yang dalam kondisi tak ber-hutan. Sisanya seluas 1,06 juta hektar masih berupa tegakan hutan alam dengan kondisi baik.

Dari data-data yang dikumpulkan, diketahui bahwa dana ganti rugi memang berjumlah Milyaran Rupiah, tetapi setelah dibagi kepada semua anggota Komunitas setiap orang hanya mendapat Rp. 200.000 sampai Rp. 300.000. Angka ini jelas tidak sebanding dengan kerugian kehilangan Tanah Ulayat yang sangat luas.

No comments:

Post a Comment